Ada 2 syarat wajib zakat, yaitu yang pertama menyangkut orang dan
yang kedua berkenaan dengan harta. Syarat yang berkenaan dengan orang
yang wajib zakat, para ulama bersepakat bahwa mengeluarkan zakat itu
wajib atas setiap muslim yang sudah baligh –dan berakal dan tidak wajib
atas non muslim– karena zakat adalah salah satu rukun Islam. Ini
berdasar pesan Rasulullah saw. kepada Mua’dz bin Jabal saat mengutusnya
ke Yaman, “… beritahukan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan
zakat yang diambil dari para orang kaya dan dibagikan kepada para orang
fakir.” (muttafaq alaih). Artinya zakat adalah kewajiban yang tidak
diwajibkan kepada seseorang sebelum masuk Islam. Meskipun zakat itu
adalah kewajiban sosial yang dirasakan manfaatnya oleh seluruh
masyarakat, tetapi saja zakat merupkan ibadah dalam Islam. Dan makna
ibadah inilah yang lebih dominann sehingga tidak diwajibkan atas non
muslim.
Para ulama telah bersepakat bahwa zakat diwajibkan pula
pada harta orang kaya muslim yang dalam kondisi gila. Walinya yang
mengeluarkan zakat itu. Hal ini berdasar kepada ayat Al-Qur’an dan
hadits Nabi yang memerintahkan zakat mencakup seluruh orang kaya, tanpa
mengecualikan anak-anak dan orang gila. Hadits Rasulullah saw.,
“Dagangkanlah harta anak yatim sehingga hartanya tidak dimakan zakat.”
(Hadits ini diriwayatkan dari banyak jalur, yang saling menguatkan).
Mayoritas para sahabat berpendapat demikian, di antaranya Umar dan
anaknya (Abdullah ibnu Umar), Ali, Aisyah, dan Jabir r.a.
Zakat adalah haqqul mal, seperti kata Abu Bakar r.a. dalam penegasannya saat memerangi orang murtad yang tidak mau membayar zakat. Dan haqqul mal
diambil dari anak kecil dan orang gila. Karena zakat berkaitan dengan
harta, bukan dengan personalnya. Pendapat ini dipegang oleh madzhab
Syafi’i, Maliki, dan Hanbali.
Sedangkan yang menyangkut harta, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah harta yang telah memenuhi beberapa syarat, yaitu:
1.
Kepemilikan penuh. Maksudnya, penguasaan seseorang terhadap harta
kekayaan sehingga bisa menggunakannya secara khusus. Karena Allah swt.
mewajibkan zakat ketika harta itu sudah dinisbatkan kepada pemiliknya.
Perhatikan firman Allah swt. ini, “Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka”
(At-Taubah: 103)
Karena itulah zakat tidak diambil dari harta yang
tidak ada pemiliknya secara definitif. Seperti al-fa’i (harta yang
diperoleh tanpa perang), ghanimah, aset negara, kepemilikan umum, dan
waqaf khairi. Sedang waqaf pada orang tertentu, maka tetap kena wajib zakat menurut pendapat yang rajih (kuat)
[1].
Tidak
wajib zakat pada harta haram, yaitu harta yang diperoleh manusia dengan
cara haram, seperti ghasab (ambil alih semena-mena), mencuri,
pemalsuan, suap, riba, ihtikar (menimbun untuk memainkan harga), menipu.
Cara-cara ini tidak membuat seseorang menjadi pemilik harta. Ia wajib
mengembalikan kepada pemiliknya yang sah. Jika tidak ditemukan
pemiliknya, maka ia wajib bersedekah dengan keseluruhannya.
[2]
Sedangkan
hutang, yang masih ada harapan kembali, maka pemilik harta harus
mengeluarkan zakatnya setiap tahun. Namun jika tidak ada harapan
kembali, maka pemilik hanya berkewajiban zakat pada saat hutang itu
dikembalikan dan hanya zakat untuk satu tahun (inilah madzhab Al-Hasan
Al-Bashriy dan Umar bin Abdul Aziz) atau dari tahun-tahun sebelumnya
(madzhab Ali dan Ibnu Abbas).
2. Berkembang. Artinya, harta yang
wajib dikeluarkan zakatnya harus harta yang berkembang aktif, atau siap
berkembang, yaitu harta yang lazimnya memberi keuntungan kepada pemilik.
Rasulullah saw. Bersabda, “Seorang muslim tidak wajib mengeluarkan
zakat dari kuda dan budaknya.” (Muslim). Dari hadits ini beberapa ulama
berpendapat bahwa rumah tempat tinggal dan perabotannya serta kendaraan
tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Karena harta itu disiapkan untuk
kepentingan konsumsi pribadi, bukan untuk dikembangkan. Dari ini pula
rumah yang disewakan dikenakan zakat karena dikategorikan sebagai harta
berkembang, jika telah memenuhi syarta-syarat lainnya.
3. Mencapai
nishab, yaitu batas minimal yang jika harta sudah melebihi batas itu,
wajib mengeluarkan zakat; jika kurang dari itu, tidak wajib zakat. Jika
seseorang memiliki kurang dari lima ekor onta atau kurang dari empat
puluh ekor kambing, atau kurang dari dua ratus dirham perak, maka ia
tidak wajib zakat. Syarat mencapai nishab adalah syarat yang disepakati
oleh jumhurul ulama. Hikmahnya adalah orang yang memiliki kurang dari
nishab tidak termasuk orang kaya, sedang zakat hanya diwajibkan atas
orang kaya untuk menyenangkan orang miskin. Hadits Nabi, “Tidak wajib
zakat, kecuali dari orang kaya.” (Bukhari dan Ahmad)
4. Nishab itu
sudah lebih dari kebutuhan dasar pemiliknya sehingga ia terbukti kaya.
Kebutuhan minimal itu ialah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi ia akan
mati. Seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal, alat kerja, alat
perang, dan bayar hutang. Jika ia memiliki harta dan dibutuhkan untuk
keperluan ini, maka ia tidak zakat. Seperti yang disebutkan dalam firman
Allah swt., “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.” (Al-Baqarah: 219). Al-afwu
adalah yang lebih dari kebutuhan keluarga, seperti yang dikatakan oleh
kebanyakan ahli tafsir. Demikian juga yang Rasulullah saw. katakan,
“Tidak wajib zakat, kecuali dari orang kaya.” (Bukhari dan Ahmad).
Kebutuhan dasar itu mencakup kebutuhan pribadi dan yang menjadi tanggung
jawabnya seperti isteri, anak, orang tua, kerabat yang dibiayai.
5.
Pemilik lebih dari nishab itu tidak berhutang yang menggugurkan atau
mengurangi nishabnya. Karena membayar hutang lebih didahulukan waktunya
daripada hak orang miskin, juga karena kepemilikan orang berhutang itu
lemah dan kurang. Orang yang berhutang adalah orang yang diperbolehkan
menerima zakat, termasuk dalam kelompok gharimin, dan zakat hanya wajib
atas orang kaya.
Hutang dapat menggugurkan atau mengurangi
kewajiban zakat berlaku pada harta yang zhahir, seperti hewan ternak dan
tanaman pangan, juga pada harta yang tak terlihat seperti uang.
Syarat hutang yang menggugurkan atau mengurangi zakat itu adalah:
a. hutang yang menghabiskan atau mengurangi nishab dan tidak ada yang dapat dugunakan membayarnya kecuali harta nishab itu.
b. hutang yang tidak bisa ditunda lagi, sebab jika hutang yang masih bisa ditunda tidak menghalangi kewajiban zakat.
c. Syarat terakhir, hutang itu merupakan hutang adamiy (antar manusia), sebab hutang dengan Allah seperti nadzar, kifarat tidak menghalangi kewajiban zakat.
6.
Telah melewati masa satu tahun. Harta yang sudah mencapai satu nishab
pada pemiliknya itu telah melewati masa satu tahun qamariyah penuh.
Syarat ini disepakati untuk harta seperti hewan ternak, uang,
perdagangan. Sedangkan pertanian, buah-buahan, madu, tambang, dan
penemuan purbakala, tidak berlaku syarat satu tahun ini. Harta ini wajib
dikeluarkan zakatnya begitu mendapatkannya. Dalil waktu satu tahun
untuk ternak, uang, dan perdagangan adalah amal khulafaur rasyidin yang
empat, dan penerimaan para sahabat, juga hadits Ibnu Umar dari Nabi
saw., “Tidak wajib zakat pada harta sehingga ia telah melewati masa satu
tahun.” (Ad-Daru Quthni dan Al-Baihaqi)
Zakat Hewan
Hewan
adalah salah satu jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Hewan
yang dikeluarkan zakatnya adalah onta, sapi, kerbau, dan kambing.
Syarat zakat hewan ternak adalah:
- Mencapai jumlah satu nishab, yaitu 5 onta, 30 sapi, dan 40 kambing.
- Sudah melewati satu tahun, dan zakat hanya dikeluarkan setahun sekali.
-
Digembalakan di ladang yang boleh untuk menggembala. Sedangkan hewan
yang dikandangkan (diberi makan di kandang dan tidak digembalakan), maka
tidak wajib zakat kecuali menurut madzhab Maliki.
- Tidak
menjadi alat kerja, membajak, menyiram, atau membawa barang. Sebab jika
dipekerjakan, statusnya lebih mirip menjadi alat kerja daripada
kekayaan.
1. Zakat Onta
Nishab onta
adalah 5, maka barangsiapa memiliki 4 ekor onta, ia belum wajib zakat.
Zakat wajibnya seperti dalam table berikut ini:
Jumlah | Zakat wajibnya |
5 – 1 9 | Seekor kambing |
10 – 14 | Dua ekor kambing |
15 – 19 | Tiga ekor kambing |
20 – 24 | Empat ekor kambing |
25 – 35 | 1 bintu makhadh/anak onta yang induknya sedang hamil (usia > 1 tahun) |
36 – 45 | 1 bintu labun/anak onta yang induknya sedang menyusui (usia > 2 tahun) |
46 – 60 | 1 onta hiqqah (onta betina yang berumut > 3 tahun) |
61 – 75 | 1 onta jadza’ah ( onta betina berumur > 4 tahun) |
76 – 90 | 2 ekor onta bintu labun |
91 – 120 | 2 hiqqah |
Lebih dari 120, maka setiap 50 ekor zakatnya satu hiqqah, dan setiap 40 ekor zakatnya satu bintu labun.
Jika
disimak ketentuan zakat onta yang kurang dari 25 ekor menggunakan
kambing, ini berbeda dengan kaidah bahwa zakat itu diambilkan dari harta
yang dizakati. Penggunaan kambing untuk zakat onta ini adalah salah
satu bentuk keringanan dalam Islam terhadap pemiliki onta yang masih
sedikit.
2. Zakat Sapi
Zakat sapi hukumnya
wajib berdasarkan As-Sunnah dan Ijma’. Hadits Abu Dzarr dari Rasulullah
saw. bersabda, “Tidak ada seorangpun yang memiliki onta, sapi, atau
kambing tetapi tidak membayar haknya, kecuali di hari kiamat akan datang
lebih besar dan gemuk dari yang ada sebelumnya, kemudian
menginjak-injak dengan kaki-kakinya, dan menyeruduk dengan tanduknya.
Ketika sampai ke belakang bersambung dengan yang terdepan, sehingga
diputuskan di tengah-tengah manusia.” (Bukhari)
Sedang ijma’,
seperti yang disebutkan penulis Al-Mughniy, dan menegaskan bahwa tidak
ada seorangpun ulama yang menolak zakat sapi sepanjang masa (lihat
Al-Mughniy Juz: II).
Nishab sapi yang dipilih oleh empat madzhab
adalah 30 ekor sapi. Kurang dari itu, tidak wajib zakat. Tiga puluh ekor
sapi itu zakatnya seekor tabi’ (sudah berusia 1 tahun, dan masuk ke
tahun kedua, disebut tabi’ -artinya ikut– karena ia masih mengikuti
induknya), dan jika sudah mencapai jumlah 40 ekor, zakatnya seekor sapi
musinnah (berusia 2 tahun dan masuk ke tahun ketiga, disebut musinnah
-artinya bergigi karena sudah mulai tampak giginya). Dan jika sudah
berjumlah 60 ekor, zakatnya 2 ekor anak sapi. Dan jika sudah berjumlah
70 ekor sapi, zakatnya satu ekor tabi’ dan satu ekor musinnah. Jika
sudah berjumlah 80 ekor, zakatnya 2 ekor musinnah. Jika sudah mencapai
90 ekor, zakatnya 1 musinnah dan 2 ekor tabi’. Jika berjumlah 100 ekor
sapi, zakatnya 2 musinnah dan 1 ekor tabi’.
Dalil masalah ini
adalah hadits Masruq dari Mu’adz bin Jabal. Muadz berkata, “Rasulullah
saw. mengutusku ke Yaman, dan menyuruhku untuk mengambil setiap 30 ekor
sapi, seekor tabi’ jantan atau betina, dan setiap 40 ekor zakatnya satu
ekor musinnah.”
Namun, Said bin Al Musayyib dan Ibnu Syihab Az
Zuhriy berpendapat bahwa nishab sapi adalah sama dengan nishab onta,
yaitu 5 ekor. Imam At-Thabari berpendapat bahwa nishab onta adalah 50
ekor.
4. Zakat Kambing
Hukumnya
wajib berdasarkan As-Sunnah dan Ijma’. Abu Bakar r.a. memberikan
catatan kepada Anas r.a. tentang nishab hewan ternak, seperti yang telah
disebutkan di depan. Al-Majmu’ (Imam An-Nawawi) dan Al-Mughni (Ibnu
Qudamah) menyebutkan telah terjadi ijma’ tentang wajib zakat kambing.
Besar zakat kambing seperti yang ditulis Abu Bakar r.a. dapat dilihat
dalam table berikut ini:
Mulai
|
Sampai
|
Besar zakat wajibnya
|
1
|
39
|
Tidak wajib zakat
|
40
|
120
|
Seekor kambing
|
121
|
200
|
Dua ekor kambing
|
201
|
299
|
Tiga ekor kambing
|
300
|
399
|
Empat ekor kambing
|
400
|
499
|
Lima ekor kambing
|
Berikutnya setiap seratus ekor kambing zakatnya satu ekor kambing
|
Perlu
dicatat di sini, bahwa syariah Islam meringankan zakat kambing. Semakin
banyak, zakatnya 1%, padahal persentase zakat yang lazim 2,5%. Hikmah
yang tampak adalah, bahwa kambing itu banyak yang kecil karena dalam
setahun ia beranak lebih dari sekali, dan setiap kali beranak lebih dari
satu ekor, terutama domba. Kambing-kambing kecil ini dihitung, tetapi
tidak bisa digunakan untuk membayar zakat. Dari itulah keringanan ini
tidak menjadi kecemburuan pemilik onta dan sapi atas pemilik kambing.
Sedangkan bilangan 40 pertama, wajib mengeluarkan zakatnya seekor
kambing, karena di antara syaratnya -menurut yang rajah (kuat)– 4 ekor
kambing itu telah dewasa. Dan inilah pendapat madzhab Abu Hanifah dan
Asy-Syafi’i dalam membahas zakat seluruh hewan ternak.
Zakat hewan lain
1.
Para ulama bersepakat bahwa kuda untuk transportasi dan jihad fi
sabilillah tidak diwajjibkan zakat. Sedangkan yang diperdagangkan, wajib
dikeluarkan zakat dagangan. Demikian juga kuda yang dikurung, tidak
wajib zakat karena yang wajib dizakati adalah hewan yang digembalakan.
2.
Sedangkan untuk kuda gembalaan yang dilakukan seorang muslim untuk
memperoleh anaknya –kudanya tidak hanya jantan–, Abu Hanifah berpendapat
tentang wajibnya zakat kuda ini, yaitu satu dinar setiap ekornya untuk
kuda Arab, atau senilai 2,5% dari perkiraan harga kuda untuk kuda non
Arab.
3. Jika kemudian berkembang jenis-jenis hewan baru yang
menjadi peliharaan untuk pengembangan dan memperoleh hasilnya, seperti
keledai, apakah ada kewajiban zakatnya? Para ulama modern seperti
Muhammad Abu Zahrah, Abdul Wahab Khallaf, dan Yusuf Qardhawi mengatakan
wajib zakat. Karena qiyas masalah zakat dapat dianalisis alasan
hukumnya. Umar r.a. mewajibkan zakat kuda karena alasan yang logis, dan
diikuti oleh Abu Hanifah. Nishab yang digunakan adalah senilai 20
mitsqal emas, dengan wajib zakatnya 2,5%. Yusuf Qardhawi berpendapat
bahwa nishab hewan itu adalah dua kali lipat nishab uang, minimal
berjumlah 5 ekor, dan senilai 5 ekor onta atau 40 kambing.
Syarat Zakat Hewan Ternak
1.
Bebas dari aneka cacat, tidak sakit, tidak patah tulang, dan tidak pula
pikun. Kecuali jika seluruh ternak mengalami cacat tertentu, maka
diperbolehkan mengeluarkan zakatnya dari yang cacat ini.
2.
Betina, bagi yang mensyaratkan. Dalam kasus ini tidak boleh mengambil
zakat jantan, kecuali jika lebih dewasa. Menurut madzhab Hanafi
diperbolehkan zakatnya dengan uang senilai hewan yang harus dikeluarkan.
3.
Umur hewan. Ada beberapa hadits yang membatasi umur hewan zakat ternak.
Maka harus terikat dengan ketentuan ini. Jika tidak ada yang memenuhi
standar umur itu, maka diperbolehkan mengeluarkan yang lebih besar atau
yang lebih kecil, dan mengambil selisih harganya menurut madhab Syafi’i.
Sedang menurut Abu Hanifah dibayar dengan uang senilai hewan yang wajib
dikeluarkan.
4. Sedang. Pemungut zakat tidak boleh mengambil yang
paling bagus atau yang paling buruk, akan tetapi mengambil kualitas
sedang, dengan memperhatikan posisi pemiliki dan fakir miskin sebagai
mustahiq.
Ternak dimiliki oleh beberapa pemilik
Jika
ada dua orang yang menggabungkan ternaknya, maka penggabungan ini tidak
mempengaruhi nishab maupun zakat menurut Abu Hanifah, masing-masing
berkewajiban mengeluarkan zakatnya sendiri-sendiri ketika sudah mencapai
nishabnya. Tetapi menurut madzhab Syafi’i, penggabungan hewan ternak
dapat mempengaruhi nishab dan zakat, sepertinya ia menjadi milik satu
orang dengan syarat:
1. Kandang penginapannya menyatu
2. Tempat peristirahatanya satu
3. Tempat penggemabalaannya menyatu
4. Penggabungan itu sudah berlangsung satu tahun
5. Yang digabung itu sudah mencapai satu nishab
6. Masing-masing penggabung adalah orang secara pribadi berkewajiban zakat
seperti dua orang yang bergabung satu orang memiliki dua puluh ekor kambing, dan yang kedua memiliki empat puluh ekor kambing.
-
menurut Abu Hanifah, yang pertama tidak wajib zakat karena belum
mencapai satu nishab dan yang kedua wajib zakat, satu ekor kambing
- menurut madzhab Syafi’i, kedua orang itu hanya wajib memabyar satu ekor kambing.
Dari
sini terlihat bahwa madzhab Hanfi lebih dekat dengan prinsip keadilan
dan kemaslahatan orang fakir, akantetapi madzhab Syafi’i dengan
keputusannya itu lebih dekat kepada sistem korporasi modern, terutama
korporasi partisipasif, nishabnya lebih simple dan lebih mudah.
Zakat Madu dan Produk Hewani
1.
Zakat madu hukumnya wajiib menurut madzhab Hanbali dan Hanafi.
Sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits dari Rasulullah saw. dan
para sahabatnya, yang saling menguatkan, di antara yang kuat adalah
riwayat Abu Daud dan An-Nasa’i: Hilal (seorang dari Bani Qai’an)
mendatangi Rasulullah saw. dengan membawa sepersepuluh madu lebahnya.
Rasulullah memintanya untuk menjaga lembah yang bernama lembah Salbah,
lalu ia menjaga lembah itu. Ketika Umar r.a. menjadi khalifah, Sufyan
bin Wahb menulis surat kepada Umar bin Khaththab menanyakan hal ini.
Lalu Umar menjawab, “Jika ia masih membayar sepersepuluh yang pernah
diberikan di masa Rasulullah, maka silahkan ia menjaga lembah Salbah,
dan jika tidak, maka sesungguhnya mereka itu lebah hujan yang dimakan
oleh siapa saja.”
2. Persentase zakatnya adalah sepersepuluh setelah dikurangi biaya produksi jika ada.
3.
Menurut Abu Hanifah, tidak ada nishab zakat madu, tetapi diambil
zakatnya dari berapapun jumlahnya sedikit ataupun banyak. Menurut Abu
Yusuf, nishabnya ketika sudah senilai lima wisq, yaitu nishab terkecil
barang-barang yang dapat ditimbang.
4. Hasil-hasil hewani seperti
susu, sutera, telur, dan daging yang menjadi kakayaan besar di zaman
sekarang ini. Apakah wajib zakat?
- Jika zakat sudah diambil dari fisik hewannya seperti sapi sebagai pengahsil susu, maka ketika itu tidak wajib zakat susu.
-
Jika belum diambil zakat fisik hewannya, seperti ayam dan sejenisnya,
maka ketika itu diambil zakat dari hasilnya, dikiaskan dengan madu yang
merupakan hasil lebah, atau diqiaskan dengan tanah yang dikeluarkan
hasilnya bukan tanahnya.
- Nishab zakat ini senilai lima wisq,
yang merupakan nishab terendah dari hasil tanaman yang ditimbang, yaitu
653 kg. Persentasenya sepersepuluh jika diqiaskan dengan tanah yang
disiram dengan air hujan, dan seperduapuluh jika disiram dengan alat, di
mana muzakki mengeluarkan dana untuk biaya produksinya.
- Dan
sangat mungkin ditentukan persentase zakatnya 2,5% jika dipertimbangkan
bahwa produk hewani sama dengan harta perdagangan, diabayarkan dari
modal dan hasil.